W.S. Rendra dikenal luas karena keberanianya mencipta dan membacakan puisi-puisi kritis nan syarat nilai di Era Soeharto. Penjara tak membuatnya jera. Ia tetap gigih menyuarakan hati nurani. Sikap dan laku hidupnya ini tak lepas dari kekagumannya kepada tokoh wayang Wisanggeni.
Menurut Rendra, Wisanggeni adalah simbol anak muda yang tak kenal kompromi. Senantiasa mbalelo dan kerap memberontak terhadap nilai nilai yang dianggap tak layak. Wisanggeni bahkan memberontak terhadap ayahnya sendiri, Arjuna. Jiwa pemberontak Wisanggeni ini mewarnai semua sikap dan karya karyanya dalam ranah seni.
Rendra bukan hanya menulis puisi. Ia juga menulis cerpen, skenario drama, dan esai sastra di berbagai media massa. Ia juga bermain teater.
Ia dikenal dengan sebutan "Burung Merak", yang suka memamerkan bulu-bulunya yang indah untuk memikat pasangannya. Kehadirannya selalu menghipnotis orang-orang sekelilingnya, tak terkecuali para wanita.
Rendra lahir di Solo, 7 November 1935 dengan nama Willibrordus Surendra Broto Rendra. Disingkat menjadi W.S. Rendra. Setelah menjadi muslim namanya diganti menjadi Wahyu Sulaeman Broto Rendra. Singkatannya tetap W.S. Rendra.
Ia mendapat pendidikan di Jurusan Sastera Barat Fakultas Sastra UGM (tidak tamat), kemudian memperdalam pengetahuan mengenai drama dan teater di American Academy of Dramatical Arts, Amerika Syarikat (1964-1967). Di belakang hari, UGM memberinya gelar Doktor Honoris Causa di bidang kebudayaan.
Sekembali dari Amerika, Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan sekaligus menjadi pemimpinnya. Teaternya terkenal memberi suasana baru dalam kehidupan berteater di tanah air. Dari teater itu telah lahir berbagai seniman lainnya antara lain Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi Kurdi, dan lain-lain.
Ketika kelompok teaternya mengalami kendala karena tekanan politik, ia memindahkan Bengkel Teater di Depok bulan Oktober tahun 1985. Bengkel Teater kemudian dikenal dengan Bengkel Teater Rendra dan menjadi basis bagi kegiatan keseniannya. Bengkel Teater ini memiliki sanggar untuk latihan drama dan tari yang berada di lahan milik keluarga Rendra sendiri.
Tahun 1971 dan 1979 dia membacakan sajak-sajaknya di Festival Penyair International di Rotterdam. Pada tahun 1985 mengikuti Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman.
Kumpulan puisinya antara lain: Ballada Orang-orang Tercinta (1956), 4 Kumpulan Sajak (1961), Blues Untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1980), Disebabkan Oleh Angin (1993), Orang-orang Rangkasbitung (1993) dan Perjalanan Aminah (1997).
PENELITIAN TENTANG KARYA RENDRA
Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”.
Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.
PENGHARGAAN
- Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta (1954)
- Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
- Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
- Hadiah Akademi Jakarta (1975)
- Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
- Penghargaan Adam Malik (1989)
- The S.E.A. Write Award (1996)
- Penghargaan Achmad Bakri (2006).
PRANALA
- Wikipedia: W.S. Rendra
- Kanal W.S. Rendra di Jagad Nada
Post a Comment
Post a Comment