Mengenal Gombloh - Seniman Nyentrik dari Surabaya


Gombloh adalah maestro musik yang dicinta beragam kalangan. Karya-karyanya tak lekang dimakan zaman. Penyanyi dan pencipta lagu berpenampilan nyentrik ini, lagu-lagunya merambah beragam sendi kehidupan, mulai dari percintaan, kritik sosial, hingga bertema nasionalisme.

Ia memiliki nama asli Soedjarwoto. Lahir di Jombang, 12 Juli 1948 dan meninggal di Surabaya, 9 Januari 1988 pada umur 39 tahun. Di kemudian hari ia menambahkan sendiri nama 'Soemarsono' di belakang namanya. Jadilah ia bernama lengkap 'Soedjarwoto Soemarsono'.

Semenjak kecil ia mendapat julukan "Gombloh". Dalam bahasa Jawa, "gombloh" artinya bodoh atau berpura-pura bodoh. Gombloh juga bermakna cuek, tak ambil pusing dengan sekitar.

Gombloh berasal dari keluarga kelas bawah di Kampung Embong Malang, Surabaya. “Enggak pernah ngartis karena dia merasa lahir dari masyarakat bawah. Ayahnya hanya tukang jual ayam,” ujar Dhahana Adi Pungkas alias Ipung, penulis Surabaya Punya Cerita.

Ia belajar musik secara otodidak. Pada awalnya, ia kesengsem melihat tetangganya memainkan gitar, lalu iapun ikut-ikutan. Tak lama berselang, iapun mahir memainkan jemarinya memetik gitar yang yang dipinjam dari tetangganya. Itu terjadi saat ia masih umur 6 tahun.

Sekalipun ia gila musik sejak usia kanak-kanak, pendidikannya bisa dibilang lancar. Ia sempat menganyam pendidikan sebagai mahasiswa Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) tahun 1968. Tetapi ia sering bolos kuliah, gegara aktivitasnya di grup band Lemon Trees. Seiring meningkatnya popularitas band ini, iapun memutuskan untuk putus kuliah dan memilih menuruti nalurinya untuk bermusik.

Walau tidak memiliki gelar akademik dari ITS, Gombloh dipandang sebagai sosok yang memberi jiwa kemanusiaan, kebangsaan, dan kemanusiaan oleh para mahasiswa alumnus ITS Surabaya hingga kini.

Gombloh suka mengamen di berbagai kafe atau night club. Mengikuti geng Gegars Otack, dia acap nongkrong di Bengkel Muda Surabaya (BMS) hingga bisa menembus dapur rekaman Golden Hand (1978-1981), Chandra Recording (1981-1983), dan Nirwana Records (1983-1987).

KARIER MUSIK

Gombloh adalah pencipta lagu balada sejati. Ia bergabung dengan grup beraliran art rock/orchestral rock bernama Lemon Tree's Anno '69, yang musiknya mendapat pengaruh ELP dan Genesis. Leo Kristi dan Franky Sahilatua juga pernah menjadi anggota grup ini.

Kehidupan sehari-hari rakyat kecil banyak digambarkan dalam lagu-lagunya, seperti Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Selamat Pagi Kotaku. Lirik-liriknya puitis dan misterius.

Sebagaimana penyanyi balada semasanya, seperti Iwan Fals dan Ebiet G. Ade, Gombloh juga tergerak menulis lagu tentang (kerusakan) alam, salah satunya adalah Berita Cuaca (lebih populer dengan nama Lestari Alamku walaupun ini bukan judul yang sebenarnya).

Lagu-lagu cintanya cenderung "nyeleneh", sama seperti karya Iwan Fals atau Doel Sumbang, misalnya Lepen ("sungai kecil" dalam bahasa Jawa, tetapi di sini adalah singkatan dari "lelucon pendek").

Namun, ia memiliki tema khas yaitu nasionalisme di dalam lagu-lagunya, seperti Dewa Ruci, Gugur Bunga, Gaung Mojokerto-Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Pesan Buat Negeriku, dan BK, lagu yang bertutur tentang Bung Karno, sang proklamator.

Lagunya Kebyar Kebyar banyak dinyanyikan pada masa perjuangan menuntut Reformasi.

KEMATIAN DAN PENGHARGAAN

Gombloh meninggal dunia di Surabaya pada 9 Januari 1988 setelah lama menderita penyakit pada paru-parunya. Kebiasaan merokoknya sulit dihilangkan dan ia dikabarkan sering begadang. Menurut salah seorang temannya, beberapa waktu sebelum meninggal, sering kali Gombloh mengeluarkan darah bila sedang bicara atau bersin.

Pada 1996 sejumlah seniman Surabaya membentuk Solidaritas Seniman Surabaya dengan tujuan menciptakan suatu kenangan untuk Gombloh yang dianggap sebagai pahlawan seniman kota itu. Mereka sepakat membuat patung Gombloh seberat 200 kg dari perunggu. Patung ini ditempatkan di halaman Taman Hiburan Rakyat Surabaya, salah satu pusat kesenian di kota itu.

Pada tanggal 30 Maret 2005 dalam acara puncak Hari Musik Indonesia III di Jakarta, Gombloh mendapat penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia secara anumerta dari PAPPRI, bersama sembilan tokoh musik lainnya, yaitu: Gombloh, Nike Ardilla, Titiek Puspa, Anggun, Iwan Fals, Ebiet G Ade, Titiek Sandhora, Deddy Dores, dan Broery Marantika.

Lagu-lagu karya Gombloh sempat diangkat dalam penelitian Martin Hatch seorang peneliti dari Universitas Cornell dan ditulis sebagai karya ilmiah yang berjudul "Social Criticsm in the Songs of 1980’s Indonesian Pop Country Singers", yang dibawakan dalam seminar musik The Society of Ethnomusicology di Toronto, Kanada pada 2000.[]

PRANALA