Mengenal Djohansyah, Si Sawung Jabo dari Surabaya

Sawung Jabo, terlahir dengan nama Mochamad Djohansyah (Lahir: 1951), adalah seniman dan musisi kondang Indonesia yang dikenal dengan keterlibatannya dalam hampir segala bentuk kesenian baik itu bermusik, teater, melukis, dan juga tari.

Pada awal 1970-an, Djohansyah yang berasal dari daerah Ampel, Surabaya merantau ke Yogyakarta. Di sinilah bakat seninya diasah bersama komunitas seniman Yogyakarta. Menurut Jabo, dia mendapat julukan Sawung Jabo (dari bahasa Jawa, berarti "ayam jago") dari kakak-kakak kelasnya ketika dia kuliah musik klasik di Akademi Musik Indonesia (AMI) di Yogyakarta.

Sawung Jabo dikenal dalam konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya Jawa. Dia paling dikenal melalui keterlibatannya dalam grup musik "Swami" dan "Kantata Takwa" bersama musisi-musisi kenamaan Indonesia lainnya pada akhir tahun 80-an dan tahun 90-an seperti Iwan Fals, Jockie Suryoprayogo, dan juga sponsor mereka, pengusaha Setiawan Djodi.

Merekalah yang melahirkan lagu-lagu terkenal yang bertemakan sosial dan politik seperti "Bento", "Bongkar", "Hio", "Kuda Lumping", dan "Nyanyian Jiwa". Lagu-lagu tersebut menjadi populer setelah dimainkan dalam konser akbar Kantata Takwa di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, 23 Juni 1990.

Proyek musik Kantata tersebut kemudian diabadikan dalam film "Kantata Takwa" (2008) arahan sutradara Eros Djarot dan Gotot Prakosa. Sawung Jabo dikenal produktif dalam melahirkan karya seni atau terlibat dengan para seniman dari bermacam daerah seperti Surabaya, Yogyakarta, Solo, Bandung, Sidoarjo, Jember, bahkan sampai negara Australia.

Karena latar belakang pengalaman musiknya yang mencakup dua dunia, Indonesia dan Australia, Sawung Jabo dikenal dalam konsepnya yang menggabungkan elemen musik Barat dan Timur, khususnya Jawa. Konsep ini didukung oleh sahabat-sahabat senimannya seperti Totok Tewel, Innisisri, Gondrong Gunarto, hingga Baruna. Para seniman dan musisi di luar jalur industri itulah yang membantu Jabo dalam usahanya untuk mengekspresikan ide-ide musiknya kepada masyarakat.

Konsep musik yang dibawakan Sawung Jabo pada era Sirkus Barock, Swami dan Kantata dikenal penuh pendewasaan dan kepolosan, diiringi dengan musik yang dinamis. Jabo juga dikenal dengan teriakan-teriakannya yang garang, liar, dan nyentrik dalam pentas-pentasnya. Paska tahun 2000, lagu-lagu Jabo lebih bernuansa religius, menggali makna hidup, cinta, dan perenungan.

Pada tahun 1978, Jabo mengenal Suzan Piper, dan pada tahun 1979 menikahi Suzan Piper (yang pada tahun 2006 belajar di Bengkel Teater Rendra). Jabo saat ini menetap di Sydney, Australia bersama istrinya yang warga negara Australia dan kedua orang anaknya. Namun Jabo juga dikenal dengan rasa cintanya yang besar kepada tanah kelahirannya. "Bagaimanapun juga saya ini arek Suroboyo, orang Jawa." tegas Sawung Jabo.

PRANALA