Goenawan Mohamad, Sastrawan Pendiri Tempo

Goenawan Mohamad (GM) memiliki nama lengkap Goenawan Soesatyo Mohamad. Lahir di Kab Batang Jawa Tengah pada tanggal 29 Juli 1941 (umur: 79 tahun). Ia adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka, pendiri Majalah Tempo dan juga Jaringan Islam Liberal. Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang pernah menjabat sebagai ketua IDI.  Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra, yang pernah menjadi pemimpin redaksi majalah Femina.

Goenawan adalah seorang intelektual yang memiliki pandangan yang liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.

Goenawan Mohamad lahir di sebuah dusun nelayan, di Kabupaten Batang Jawa Tengah. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas VI SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI.

Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Psikologi UI. "GM" -- demikian ia dipanggil di kalangan dekat, segera berbaur dengan para intelektual muda yang gelisah menjelang keruntuhan Orde Lama. Bersama antara lain Almarhum Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito, Taufiq Ismail, Arief Budiman, dan H.B. Jassin, ia ikut menyusun Manifes Kebudayaan, yang di zaman Soekarno diejek sebagai "Manikebu".

Setelah Orde Lama tumbang, GM malah seperti "menyingkir", menuntut ilmu ke College of Europe, Belgia. Karier GM dimulai dari redaktur Harian KAMI (1969-1970), redaktur Majalah Horison (1969-1974), pemimpin redaksi Majalah Ekspres (1970-1971), pemimpin redaksi Majalah Swasembada (1985). Dan sejak 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time.

Di majalah ini, esei-esei pendek GM terbit setiap pekan di bawah judul "Catatan Pinggir" atau disingkat Caping, sejak 1977. Ada yang mengatakan, "Catatan Pinggir" tidak pernah mau menunjukkan sikap yang jelas. "Memang, banyak hal yang saya sendiri tak tahu jawabnya," kata GM sekali waktu, polos. Ia kemudian menambahkan, "Dunia ini sebetulnya sudah penuh dengan jawaban, dari Ayatullah Khomeini, Karl Marx, Lenin, dari para penatar P4, sudah cukup, to?"

Dengan Caping, GM berbicara tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah, sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994.

Selepas jadi pemimpin redaksi majalah Tempo dua periode (1971-1993 dan 1998-1999), Goenawan praktis berhenti sebagai wartawan. Bersama musisi Tony Prabowo dan Jarrad Powel ia membuat libretto untuk opera Kali (dimulai 1996, tapi dalam revisi sampai 2003) dan dengan Tony, The King’s Witch (1997-2000).

Dia juga ikut dalam seni pertunjukan di dalam negeri. Dalam bahasa Indonesia dan Jawa, Goenawan menulis teks untuk wayang kulit yang dimainkan Dalang Sudjiwo Tedjo, Wisanggeni, (1995) dan Dalang Slamet Gundono, Alap-alapan Surtikanti (2002), dan drama-tari Panji Sepuh koreografi Sulistio Tirtosudarmo.

Setelah pembredelan Tempo pada 1994, ia mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi), sebuah organisasi yang dibentuk bersama rekan-rekan dari Tempo dan Aliansi Jurnalis Independen, serta sejumlah cendekiawan yang memperjuangkan kebebasan ekspresi.

Secara sembunyi-sembunyi, antara lain di Jalan Utan Kayu 68H, ISAI menerbitkan serangkaian media dan buku perlawanan terhadap Orde Baru. Sebab itu di Utan Kayu 68H bertemu banyak elemen: aktivis pro-demokrasi, seniman, dan cendekiawan, yang bekerja bahu membahu dalam perlawanan itu.

Dari ikatan inilah lahir Teater Utan Kayu, Radio 68H, Galeri Lontar, Kedai Tempo, Jaringan Islam Liberal, dan terakhir Sekolah Jurnalisme Penyiaran, yang meskipun tak tergabung dalam satu badan, bersama-sama disebut “Komunitas Utan Kayu”. Semuanya meneruskan cita-cita yang tumbuh dalam perlawanan terhadap pemberangusan ekspresi. Goenawan Mohamad juga punya andil dalam pendirian Jaringan Islam Liberal.

Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), dan Catatan Pinggir (1982). Puisinya dikumpulkan antara lain dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), di samping diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis.

Tahun 2006, Goenawan dapat anugerah sastra Dan David Prize, bersama esais dan pejuang kemerdekaan Polandia, Adam Michnik, dan musikus Amerika, Yo-yo-Ma. Sebelumnya, di tahun 2005, ia bersama wartawan Joesoef Ishak mendapatkan anugerah Wertheim Award.

PRANALA